Karena penolakan ini pula, Soichiro kemudian memutuskan untuk mengambil kuliah mesin. Ini di lakukan untuk menambah ilmu dan wawasan, sekaligus dengan harapan bisa menyempurnakan karya piston yang sempat di hasilkannya.
Namun, baru 2 tahun kuliah ia malah drop out karena kecewa karena merasa selama kuliah tak memperoleh apa yang di inginkannya. Saat di tanya rektornya, Sochiro menjawab ingin mencari ilmu bukan mencari ijazah. Keluar kampus, Soichiro Honda memilih menjalankan eksperimen sendiri.
Dengan perjuangan yang keras, perusahaan akhirnya setuju dan memberikannya kontrak untuk membuat pabrik. Hal ini di lakukan agar dirinya bisa membuat produk secara massal. Sayang, di saat Soichiro selangkah lagi untuk mewujudkan mimpi perang melanda.
Saat itu, perang dunia ke II terjadi termasuk di tempat tinggalnya. Malang baginya, pabrik yang dengan susah payah di bangun sempat terbakar hingga 2 kali. Soichiro pun sudah di ambang kebangkrutan. Perang selesai, Jepang benar-benar dalam keadaan porak poranda.
Begitupun usaha yang di tekuni Sochiro Honda. Untuk sekedar hidup, Soichiro pun terpaksa menjual mobilnya. Di saat keterpurukan, Soichiro sekali lagi tetap bertahan. Memanfaatkan puing-puing sisa perang, Soichiro Honda terus berkarya.
Bocah Miskin Honda Bangkit
Ia mencoba merakit sebuah mesin, yang di pasangkan ke sebuah sepeda. Tak di sangka, karyanya banyak di minati. Setelah mengumpulkan cukup uang, pada 1948 ia mendirikan sebuah perusahaan yang di beri nama Honda Motor Company.
Dari sini, perlahan karya demi karya di hasilkan. Sepeda motor perdana di hasilkan, di beri nama Dream D. Dalam waktu singkat, warga Jepang berebutan mendapatkan karya Soichiro Honda. Ini lantaran harga yang di tawarkan saat itu, di anggap sangat murah.
Tinggalkan Balasan